Selasa, 17 Mei 2016

Tugas 3 (Softskill Bahasa Indonesia 2)

Resensi Film
“TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK”


Identitas
Judul Film                   : Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck
Sutradara                     : Sunil Soraya
Produser                      : Ram Soraya
Skenario                      : Donny Dhirgantoro
                                      Imam Tantowi
Berdasarkan                : Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck
                                      Karya: Buya Hamka
Tanggal Dirilis            : 19 Desember 2013
Genre                          : Drama Roman
Pemeran                      : Pevita Pearce sebagai Hayati
                                    : Herjunot Ali sebagai Zainuddin
                                    : Reza Rahadian sebagai Aziz
                                    : Randy Nidji sebagai Muluk
                                    : Gesya Shandy sebagai Khadijah
                                    : Arzetti Bilbina sebagai Ibu Muluk
                                    : Kevin Andrean sebagai Sophian
                                    : Jajang C. Noer sebagai Mande Jamilah
Durasi                          : 165 menit
Bahasa                         : Indonesia, Minang, Makassar, Melayu, Jawa

Sinopsis
Zainuddin seorang pria berdarah Minang Bugis ingin meuntut ilmu agama di Batipuh, Sumatra Barat. Di tanah kelahiran ayahandanya itulah pertemuan dengan Hayati terjadi. Takdir memang tidak disangka-sangka, sejak Hayati kehujanan dan dipinjamkan payung oleh Zainuddin selepas pengajian, hubungan merekapun menjadi lebih akrab dengan surat-menyurat. Tak jarang mereka pun bertemu dan sedikit berbincang.
Hal inilah yang dirisaukan keluarga Hayati yang sangat memegang teguh adat istiadat Minang Kabau. Karena Zainuddin yang merupakan perantau, yatim piatu pula dengan status suku yang tidak jelas, menjadikan tembok penghalang dalam bergaul dilingkungan Minang. Karena merasa geram, ayahnya mendiskusikan hal ini kepada kepala desa mereka. Dengan bermusyawarah dengan pihak keluarga lainnya, Zainuddin pun terpaksa harus diusir dari Batipuh dengan alasan, Padang Panjang merupakan tempat yang lebih bagus apabila ingin belajar agama
Sebelum Zainuddin meninggalkan Batipuh, Hayati sempat menemuinya. Benih cinta yang sudah bertabur dihati kedua insan itu seakan tidak rela mereka saling berpisah. Disaat inilah sumpah dan janji diiklarkan Hayati bahwa ia akan tetap dengan setia menunggu kembalinya Zainuddin dan merajut kasih sebagai suami-istri. Sebagai kenang-kenangan, Hayati memberikan Zainuddin sebuah selendang yang sering dipakainya. Zainuddin pun pergi dengan membawa haru.
Di Padang Panjang, hubungan mereka berdua tetap terjaga dengan dengan kegiatan surat-menyurat, dan di Padang Panjanglah Zainuddin bertemu dengan Muluk, yang dijadikannya sahabat barunya. Suatu hari, hati Zainuddin bagai ditumbui sejumlah bunga yang bermekaran ketika membaca surat dar Hayati, bahwa Hayati diperbolehkan mengunjungi Padang Panjang sekaligus bersilahturahmi kerumah sahabatnya, Khadijah. Sesampainya di Padang Panjang, Hayati langsung menuju kerumah Khadijah dan langsung disambut hangat oleh keluarga Khadijah, terutama oleh kakak laki-laki Khadijah yang bernama Aziz. Aziz yang merupakan dari keluarga terpandang dan sering bergaul dengan orang-orang Belanda itu ternyata diam-diam menyimpan rasa suka dengan Hayati.
Tak disangka-sangka, bukannya bertemu dan bercengkraman hangat dengan Zainuddin di Padang Panjang. Hayati malah mendapat kabar bahwa ia akan dinikahkan dengan Aziz. Setelah didiskusikan dengan ketua adat dan dirundingkan dengan keluarga besar Hayati. Akhirnya mereka sepakat untuk memilih Aziz sebagai suami Hayati, dengan mempertimbangkan bahwa Aziz merupakan keturunan Minang asli dan berasal dari keluarga terpandang. Hayati sangat bimbang dan diurung kesedihan. Ia tidak mampu melawan mufakat bersama. Dengan berat hati, menerima kenyatakan pahit itu yang juga sekaligus menjadi langkahnya untuk mengingkari janji sucinya dengan Zainuddin.
Mendengar kabar buruk Zainuddin mengalami stress dan sakit selama beberapa hari. Tetapi semangatnya kembali membara sejak muluk memberikannya nasihat dan motivasi. Perlahan, ia mulai mencoba melupakan Hayati. Disisi lain, rumah tangga Hayati dan Aziz nampaknya tak seindah yang dibayangkan. Hayati sering diperlakukan kasar oleh Aziz yang sering berpergian dan berjudi dengan teman-teman belandanya. Perlahan-lahan harta Aziz pun habis dikuras oleh permainan judi. Agar menghindari hutangnya dan menjaga image keluarganya, Aziz membohongi Hayati bahwa ia naik jabatan dan dipindah tugaskan ke Surabaya.
Rumah Aziz dan Hayati disurabaya pun akhirnya disita. Mereka pun menginap dirumah Zainuddin, yang disambut baik oleh Zainuddin sendiri. Ia memperlakukan Hayati sebatas sahabat dan istri dari Aziz. Setelah seminggu menumpang dirumah Zainuddin, rasa malu akhirnya timbul dibenak Aziz. Aziz ingin keluar kota untuk mencari pekerjaan dan memohon kepada Zainuddin agar Hayati diperkenankan menetap dirumahnya sampai Aziz menemukan pekerjaan. Namun, rasa malu dan hutang yang begitu banyak membuat Aziz putus asa dan bunuh diri disebuah hotel, dengan sebelumnya telah menuliskan surat ke Hayati bahwa Aziz ingin menceraikan Hayati dan ingin Hayati kembali ke Zainuddin, cinta Hayati sesungguhnya. Hayati sangat terkejut mendengar kabar duka tersebut, begitu pula dengan Zainuddin.
Disuatu kesempatan, Hayati datang kepada Zainuddin untuk mengatakan isi hati sesungguhnya, bahwa ia sebenarnya masih menyukai Zainuddin. Namun, bukan menanggapi isi hati Hayati dengan baik sebagaimana dulu ia mengagumi Hayati. Zainuddin merasa kecewa dengan Hayati karena ketika Zainuddin sudah mencoba bangkit dari keterpurukannya, Hayati malah datang dan memintanya untuk menjalin cinta kembali dengannya. Dengan sinis, Zainuddin pun menyuruh Hayati untuk pulang ke Batipuh tanah dimana Zainuddin diusir. Ia membelikan Hayati tiket Kapal Van Der Wijck, dengan tangis haru penyesalan, Hayati pun menerima perlakuan yang diberikan Zainuddin.
Sebelum kapal itu berangkat, Hayati memberikan surat kepada Zainuddin yang dititipkan ke Muluk, orang yang mengantarkan Hayati ke pelabuhan. Hati Zainuddin sungguh teriris dan dipenuhi sesal membaca surat Hayati yang sekaligus juga menjadi surat terakhir baginya. Karena, setelah hatinya bulat untuk mengajak Hayati kembali, Kapal Van Der Wijck yang ditumpangi Hayati dikabarkan tengelam. Sungguh, perasaan Zainuddin tercampur aduk dan tidak bisa berkata apa-apa. Ia segera meunuju kerumah sakit korban kecelakaan kapal yang tenggelam itu dan menemukan Hayati terbaring lemas dikasur perawatan. Dengan tangisan penyesalan Zainuddin meminta maaf kepada Hayati dan mengajak Hayati untuk kembali kerumahnya. Tetapi, Tuhan berkehendak lain, Hayati pun menghembuskan napas terakhir dipelukan Zainuddin.

Kelebihan
Film ini menyajikan kisah karya dari Buya Hamka yang dituliskan dalam sebuah novel yang dikemas dengan menarik dan tetap mempertahankan unsur-unsur ethnic yang terkandung, seperti dialog antartokoh yang menggunakan bahasa daerah. Terutama Zainuddin yang berlogat Bugis. Film ini juga menyajikan suasana khas tahun 1930-an dengan menggunakan pemeran figuran asing dan didukung dengan properti seperti uang, kendaraan, pakaian, dan juga barang-barang era 1930-an. Unsur-unsur komedi dan humor juga sedikit ditaburkan pada beberapa adegan sehinnga penonton tidak bosan. Pengambilan gambar yang sangat total yaitu dilakukan di Medan, Padang, Surabaya, Lombok dan Jakarta.

Kekurangan
Tidak ada kekurangan pada film ini, hanya saja pada saat poster film ini dirilis, sejumlah masyarakat Minang memprotes poster film ini karena mennurut mereka tidak sesuai dengan adat dan budaya Minang yang menjujung tinggi ajaran Islam.

Penilaian Film

Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck merupakan film yang bergenre drama roman dimana pada film ini mengisahkan tentang cinta yang tak sampai disebabkan oleh perbedaan adat istiadat dan tidak mendapatkan restu dari orang tua. Film yang berdurasi 165 menit ini banyak menyampaikan pesan moral, diantaranya jangan membedakan tentang adat dan budaya pada masing-masing daerah. Pada film ini penonton dapat mengambil kesimpulan bahwa cinta tak harus memiliki, dan cinta tidak akan melemahkan semangat, tetapi membangkitkan semangat. Seperti yang dilakukan Zainuddin, tetap semangat membangun karir walaupun dihatinya tersakiti karena tidak dapat menggapai cintanya kepada Hayati, tetapi cinta itulah yang membuat Zainuddin semakin semangat sehingga tersampailah ia menjadi orang yang terkenal, sukses dan kaya raya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar