Sabtu, 08 Oktober 2016

Tugas Softskill Individu 1 Ibu Bani Zamzami

Mata Kuliah: Etika Bisnis
Sub Pokok: Hak dan Kewajiban

BPOM Sita Kosmetik Ilegal Mengandung Obat Terlarang

REPUBLIKA.CO.ID, PURWOKERTO - Bahan kosmetik yang disita BPOM Semarang di Purwokerto, Rabu (15/5), diperkirakan mengandung obat terlarang.Kepala BPOM Semarang, Dra Zulaimah MSi Apt, menyebutkan hasil uji laboratorium krim kecantikan yang disita dari satu satu rumah produksi di Kompleks Perumahan Permata hijau tersebut, memang masih belum selesai. 

”Tetapi dari daftar bahan baku yang sudah disita, kosmetik tersebut kami perkirakan mengandung berbagai jenis obat-obat keras yang peredarannya sangat kami batasi,” kata Zualimah, saat ditelepon dari Purwokerto, Kamis (16/5). Bahkan baku yang dipergunakan sebagai bahan baku krim tersebut, antara lain berupa Bahan Kimia Obat (BKO) seperti obat-obatan jenis antibiotik, deksametason, hingga hidrokuinon. ”Kami belum tahu, apakah obat-obatan BKO tersebut, dimasukkan dalam krim kosmetik atau tidak, karena masih dilakukan penelitian. Namun untuk bahan kimia hidrokuinon, kami perkirakan menjadi salah satu bahan utama pembuatan kosmetik,” jelasnya. 

Di Indonesia, kata Zulaimah, bahan aktif Hidrokuinon sangat dibatasi penggunaannya. Bahan aktif tersebut, hanya diizinkan digunakan dalam kadar yang sangat sedikit, dalam bahan kosmetik pewarna rambut dan cat kuku atau kitek. Untuk pewarna rambut, maksimal kadar hidrokuinon hanya 0,3 persen sedangkan untuk cat kuku hanya 0,02 persen. ”Sedangkan untuk krim kulit, sama sekali tidak boleh digunakan,” jelasnya. Ia mengakui, di masa lalu zat aktif hidrokuinin ini memang banyak digunakan untuk bahan baku krim pemutih atau pencerah hulit. Namun setelah banyak kasus warga yang mengeluh terjadinya iritasi dan rasa terbakar pada kulit akibat pemakaian zat hidrokuinon dalam krim pemutih ini, maka penggunaan hidrokuinon dibatasi. ”Pemakaian jangka panjang bisa menyebabkan pigmen kulit yang terpapar zat ini menjadi mati. Bahkan, setelah sel pigmen mati, kulit bisa berubah menjadi biru kehitam-hitaman,” ujarnya menjelaskan. 

Sementara mengenai adanya obat antibiotik dan deksametason yang ikut disita, Zulaimah menyebutkan masih belum tahu penggunaan obat ini. Obat-obatan tersebut, mestinya merupakan obat oral atau yang dikonsumsi dengan cara minum. Selain itu, penggunaannya juga dibatasi karena merupakan golongan obat keras. ”Karena itu, kami masih belum tahu untuk apa obat-obatan itu. Kita masih melakukan pengujian, apakah obat-obatan tersebut digunakan sebagai campuran krim tersebut atau tidak,” katanya. 

Petugas BPOM sebelumnya menyita ribuan kemasan krim pemutih kulit di salah satu rumah di perumahan Permata Hijau yang merupakan komplek perumahan elite di Kota Purwokerto. Di rumah yang diduga menjadi rumah tempat pembuatan krim kosmetik, petugas dari BPOM juga menemukan berbagai bahan baku pembuatan krim. 

Penggerebekan rumah produksi krim kecantikan itu, dilakukan karena rumah produksi tersebut belum memiliki izin produksi dari BPOM. Sementara penggunaan bahan baku kosmetik harus mendapat pengawasan ketat, karena penggunaan bahan baku yang tidak semestinya bisa membahayakan konsumen. Penggerebekan dilakukan, setelah petugas BPOM mendapat banyak keluhan dari konsumen yang mengaku kulitnya terasa terbakar dan mengalami iritasi setelah menggunakan krim yang dibeli dari salon kecantikan. Setelah dilakukan pengusutan, ternyata krim tersebut diperoleh dari rumah produksi di Purwokerto.

Zulaimah menyebutkan, krim pemutih hasil produksi warga Purwokerto ini, dijual ke klinik klinik dan salon kecantikan di seluruh wilayah Tanah Air. “Dari hasil catatan transaksi yang kita peroleh, krim pemutih itu banyak dijual di Semarang, Banyumas, Bali, Jabodetabek dan terbesar di Jabar hingga Bandung,” jelasnya. Ia menyebutkan, pemilik rumah produksi yang berinisial S, sudah dalam pengawasan petugas BPOM. ”Mulai besok akan kami periksa. Bukan tidak mungkin nantinya akan ada tersangkalain dalam kasus ini,” jelasnya. Ditambahkannya, pelanggaran dalam bidang POM, sesuai UU No 35 tahun 2009 bisa dikenai sanksi pidana maksimal 15 tahun atau denda Rp 1,5 miliar.



Solusi:

Dalam kasus kosmetik ilegal konsumen mempunyai hak hak dasar yaitu meliputi hak mendapatkan informasi yang jelas, benar, jujur, dan hak mendapatkan jaminan keamanan dan kesehatan. Konsumen juga mempunyai hak memilih, untuk didengar, mendapatkan ganti rugi. Masalah tersebut sejak lama diperbincangkan di forum nasional dan internasional. Para pembela konsumen dan pejabat pemerintah telah berbicara banyak mengenai arti penting perlindungan konsumen. Tapi kenyataannya, konsumen masih sering menjadi korban. Pemerintah gagal menjalankan fungsinya sebagai pelindung konsumen dan pengatur kegiatan produsen. Hal ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa pemerintah belum mampu menjadi pengatur relasi yang adil antara konsumen dengan pelaku usaha. dilihat dari prespektif hukum, seharusnya pemerintah mampu mewujudkan keadilan melalui konstitusi dan peraturan-peraturan dibawahnya serta memastikan tegaknya peraturan tersebut sehinggan konsep hukum perlindungan konsumen tidak hanya berisi rumus-rumus tentang hak-hak dan kepentingan konsumen.

Namun, konsumen juga harus mengenali kosmetik yang aman, bermutu dan bermanfaat, masyarakat harus membaca semua keterangan pada label kosmetik. Label atau penandaan kosmetik sekurang-kurangnya mencantumkan nama dan alamat produsen, nama kosmetik, kegunaan kecuali untuk kosmetik yang sudah jelas kegunaanya.

Berkaitan dengan masalah peredaran obat dan kosmetik ilegal, solusinya ialah satu pengawasan dari BPOM, kedua masyarakat harus cepat tanggap bila menemukan obat dan kosmetik palsu. Mereka harus melaporkan ke BPOM secepat mungkin agar masalah ini cepat terselesaikan dan obat palsu tersebut tidak sampai beredar luas. Ketiga dihimbau agar para produsen obat dan kosmetik, terutama obat dan kosmetik palsu agar mementingkan kesehatan dan keselamatan konsumen. Jangan hanya memikirkan bagaimana menarik keuntungan sebesar mungkin. 


Referensi :

Etika Bisnis, "Membangun Kesuksesan Bisnis Melalui Manajemen dan Perilaku Bisnis yang Beretika," Drs. Danang Sunyoto, S.H., S.E., M.M dan Wika Harisa Putri, S.E., S.H., M.S.H, M.Sc., M.E.I.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar