Kamis, 11 Juni 2015

Tugas softskill terakhir "Artikel"

Kemelut di Golkar
(Tinjauan dari sisi hukum)
Partai Golkar tak akan merestui kadernya yang membantu presiden dan wakil presiden terpilih, Joko Widodo-Jusuf Kalla, dengan masuk dalam kabinet pemerintahan. Sikap tegas itu dikeluarkan berkaitan dengan posisi Golkar yang konsisten berada dalam koalisi pendukung Prabowo Subianto-Hatta Rajasa di luar pemerintahan.
"Aburizal Bakrie enggak akan tanda tangani kader partainya yang masuk dalam kabinet Jokowi-JK karena kita sudah memilih berada di luar, dan kita harus bisa konsisten," kata Wakil Ketua Balitbang DPP Partai Golkar, Ali Mochtar Ngabalin, di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (23/8/2014).
Menurut Agung, perbedaan yang merupakan bagian dari dinamika partai seharusnya diselesaikan dengan dialog, bukan dengan pemberhentian. Jika pemberhentian tersebut tidak memiliki dasar kuat, Agung siap melawan.
Menyusul adanya konflik internal di Partai Golkar ini, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tetap mempertahankan Agung untuk menjabat hingga masa jabatan berakhir.
"Ia tetap akan menjalankan tugas Menko Kesra sampai kabinet berakhir," kata Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha.
Partai Golkar memecat sejumlah pengurus partai karena dinilai melakukan langkah yang berbeda dari kebijakan partai. Wakil Ketua Umum Partai Golkar Fadel Mohammad mengatakan, pemecatan tersebut dimulai saat rapat harian terbatas, Jumat (8/8/2014) lalu.
Rapat tersebut, tutur Fadel, diawali dengan paparan hasil kajian yang dilakukan tim internal yang dipimpin Mahyudin, Ketua DPP Partai Golkar bidang Organisasi dan Pengurus Daerah.
"Selanjutnya, dihasilkan beberapa nama yang memang sudah nyata-nyata ingin menunjukkan sikap berbeda dengan DPP Partai Golkar," kata Fadel di Jakarta, Minggu (10/8/2014) siang.
Agung Laksono dipecat dari posisinya sebagai Wakil Ketua Umum Golkar. Selain Agung, menurut politisi senior Golkar, Zainal Bintang, pemecatan juga dikenakan terhadap Ketua Bidang Penelitian dan Pengembangan DPP Partai Golkar Indra J Piliang, Ketua Bidang Pemuda DPP Partai Golkar Yorrys Raweyai, dan sejumlah pengurus lainnya.
Sebelumnya, Golkar juga sudah mengeluarkan tiga kadernya dari keanggotaan partai, yakni Nusron Wahid, Poempida Hidayatullah, dan Agus Gumiwang. Ketiganya mendukung pasangan calon presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Sementara itu, Partai Golkar secara resmi mengusung pasangan Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa.
Politisi muda Partai Golkar Poempida Hidayatulloh menilai, semangat demokrasi di tubuh Golkar, nampaknya kian memudar. Menurutnya, otoritarianisme dari elit nya semakin terlihat.
"Ini terjadi dengan bertubi-tubinya ancaman kepada pihak-pihak yang berbeda dengan orientasi politik DPP. Wakil Ketua Umum Agung Laksono pun tidak juga luput dari ancaman tersebut. Agung yang giat mendorong Munas dilaksanakan Oktober 2014 demi AD/ART didepak dari posisinya sebagai Wakil Ketua Umum Partai Golkar," ujar Poempida, Senin (11/8/2014).
Tidak hanya itu saja, Poempida menambahkan, semua pengurus daerah pun terancam dibekukan apabila menyuarakan atau mendorong Munas diselenggarakan di Oktober 2014.
"Mengapa Golkar menjadi sedemikian mundur? Apakah egosentris elit Golkarsemakin tidak terkendali dan tidak bisa lagi bermain politik secara cerdas?" ia mempertanyakan. 
"Jika masalah seperti ini dibiarkan oleh segenap kader Golkar, Partai ini akan mundur. Jelas terjadi "Reversed Evolution". Atau bahkan berpotensi terjadi "destructive revolution" (revolusi yang menghancurkan)," tegasnya.
Kondisi seperti ini, dianggapnya semakin jelas, untuk menjadi tanggung jawab semua kader.  Ia pun berharap, semua kader Partai Golkar tidak berdiam diri.
"Karena Golkar mempunyai kader-kader yang kompeten yang kritis dan berani. Dan inilah saat di mana peran kader-kader itu mendapatkan tantangan yang jelas ada di depan mata," pungkasnya.
Ketua Dewan Pakar Partai Golkar Siswono Yudohusodo mengungkapkan sejumlah nama yang akan menggantikan Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Aburizal Bakrie.
Siswono menilai Aburizal telah gagal memimpin partai berlambang pohon beringin itu.
"Yang sekarang beredar cukup banyak, yang berkualitas cukup banyak," kata Siswono di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (24/7/2014), seperti dikutip Tribunnews.com.
Tinjauan dari sisi hukum.
Kepastian hukum diperlukan yaitu siapa diantara salah satu pihak adalah pengurus yang sah. Jalan melalui arbitrase masih memerlukan kesediaan kedua belah pihak karena arbitrase biasanya bersifat ad hoc dan perlu penunjukan arbitrator oleh kedua pihak. Mahkamah partai politik merupakan mekanisme terakhir apabila cara opsional tidak mungkin ditempuh lagi oleh kedua belah pihak dengan demikian apa pun hasilnya putusan mahkamah parpol haruslah diterima karena UU memberi sifat final putusan tersebut, res juricata facit ius, kata maxim atau adagium hukum.  
"UU memberikan kedudukan kepada Mahkamah partai politik sebagai lembaga peradilan meskipun Mahkamah parpol tetap otonom lembaga internal partai," ujar Haryono saat dimintai pendapat soal penyelesaian kasua sengketa kepengurusan Partai Golkar, Rabu (6/5).
Menurutnya, pemberian kewenangan sebagai lembaga peradilan dalam sebuah organisasi yang otonom bukanlah hal yang dilarang oleh UUD. Dari sudut pandang mekanisme penyelesaian sengketa, cara demikian dipandang lebih adil dan efisien karena diputuskan dalam komunitasnya sendiri tanpa ikut campurtangannya pihak luar termasuk negara. UU pernah mengakui keberadaan pengadilan adat adalah contoh pemberian kewenangsan otonom untuk penyelesaian perselisihan yang tidak selalu dilakukan oleh peradilan negara. Demikian halnya penyelesaian di luar peradilan dengan cara arbitrase dimana  negara mengakui dan memberikan kekuatan eksekutorial.  
Apabila sifat finalitas keputusan mahkamah partai dipermasalahkan secara hukum, artinya apakah sebuah lembaga internal parpol mempunyai kewenangan yang sama dengan kewenangan peradilan negara yang putusannya bersifat final, maka hal ini tidak menjadi kewenangan PTUN melainkan menjadi masalah konstitusionalitas sebuah UU yang menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk memutuskannya.
"Putusan Mahmakah Partai Politik haruslah juga sebagai putusan paksa pengadilan. Hal ini menurut Ahli telah tercermin dalam sifat finalitas dari putusan mahkamah tersebut," jelasnya.
Peradilan negara dalam kasus ini PTUN tidak berwenang untuk menguji putusan Mahmamah partai karena kuasa UU lah yang memberi sifat final putusan mahkamah partai sebagaimana ditentukan dalam Pasal 32 UU No 2/2011, selain itu putusan mahkamah partai bukan merupakan sebuah KTUN. Karena bukan KTUN putusannya secara hipotetis potensi untuk diuji oleh peradilan lain. Dengan demikian secara hipotetis akan terjadi sengketa kewenangan antar peradilan apabila PTUN menguji keputusan mahkamah partai.

Putusan mahkamah partai dalam kasus a quo merupakan putusan  einmalig yang menurut ahli dapat dipadankan dengan putusan sekali tuntas yaitu suatu keputusan yang tidak memerlukan perbuatan hukum lanjutan karena yang diputus adalah  status hukum  kepengurusan yang alternatifnya sah atau tidak sah dan bukan keputusan yang berisi kewajiban untuk melakukan sesuatu.


SANKSI FIFA
(Tinjauan dari sisi Hak pemain dan penonton sepak bola)
Mengenai sepakbola Indonesia, FIFA telah mengambil sikap. Badan tertinggi sepakbola dunia tersebut telah menjatuhkan hukuman terhadap PSSI. Hukuman ini berlaku segera dan akan berlangsung hingga waktu yang belum ditentukan.
Selama masa hukuman, Indonesia kehilangan banyak hak sepakbolanya, termasuk ikut serta dalam kejuaraan. Ada pengecualian, memang, yang membuat Tim Nasional Indonesia tetap dapat ambil bagian di SEA Games. Namun bukan itu poin utamanya. Lama atau tidaknya hukuman FIFA tergantung PSSI sendiri.
Selama masa hukuman, PSSI kehilangan hak-hak keanggotaan mereka di FIFA. Selain itu, semua kesebelasan Indonesia (tim nasional atau klub) tidak dapat terlibat dalam kontak olah raga internasional. Hak-hak yang hilang dan larangan yang berlaku termasuk hak untuk ikut serta dalam kejuaraan FIFA dan AFC (Asian Football Confederation, Federasi Sepakbola Asia).
Hukuman yang dijatuhkan FIFA tidak hanya membatasi hak-hak kesebelasan. Anggota dan pengurus PSSI juga tidak dapat terlibat, termasuk sebagai peserta, dalam setiap program pengembangan bakat, kursus, atau pelatihan yang diselenggarakan FIFA maupun AFC.

Sanksi FIFA pupuskan Mimpi Kapten Persib.
Dua pemain Persib Bandung, Atep dan Dedi Kusnandar merasa 'dongkol' setelah Indonesia dilarang berpartisipasi di seluruh ajang kompetisi baik yang melibatkan timnas maupun klub yang dilaksanakan AFC dan AFC setelah otoritas sepak bola dunia menjatuhkan sanksi kepada Indonesia.

Atep dan Dedi, sempat merasakan kebahagian setelah namanya tercantum dalam daftar 25 pemain yang dipanggil Pelatih Timnas Indonesia, Pieter Huistra jelang laha perdana babak kualifikasi II zona Asia melawan Taiwan atau China Taipei, 11 Juni 2015 dan Irak, 16 Juni 2015.

Namun, kabar tersebut seketika berubah menjadi duka setelah FIFA menjatuhkan vonis 'bersalah' setelah pemerintah Indonesia dinilai mencampuri urusan federasi sepak bolanya, dalam hal ini PSSI, dalam sidang Komite Eksekutif FIFA di Zurich, 30 Mei 2015.

Sanksi tersebut membuat kiprah Timnas Indonesia mulai dari senior hingga tingkat usia sirna. Asa Atep dan Dedi bersama tiga penggawa Persib lainnya yang dipanggil Huistra yakni I Made Wirawan, Dias Angga Putra, dan Ahmad Jufriyanto, hilang.

"Sejak ramai terjadi kisruh, ini (sanksi FIFA) merupakan hal yang paling dikhawatirkan oleh kita hingga akhirnya ketakutan itu benar-benar terjadi. Cukup disayangkan dan kecewa pastinya. Tapi mudah-mudahan situasi ini tidak berlangsung lama dan FIFA mencabut sanksi kepada Indonesia," ungkap Atep.

Atep mengatakan sebelumnya dia cukup merasakan kebahagian ketika timnas kembali memanggilnya. "Saya sudah cukup lama juga tidak membela timnas, jadi pas kemarin ada panggilan dari timnas cukup bahagia juga. Saya berharap saya masih punya kesempatan membela timnas lagi walaupun saat ini situasinya serba sulit," paparnya.

Atep sendiri mengungkapkan secara pribadi tak adanya kompetisi di dalam negeri membuat dirinya merasa dirugikan. Apalagi manajemen Persib dalam hal ini, PT Persib Bandung Bermartabat (PBB) kemungkinan akan mengkoreksi kesepakatan kontrak dengan seluruh pemain.
"Saya kira bukan hanya saya, tapi seluruh pemain di Indonesia merasakan dan mengalami hal yang sama. Termasuk pihak di luar tim, seperti pedagang kecil yang kerap berjualan saat pertandingan. Karena situasi ini seperti ini, jadi mau tidak mau kita juga dituntut untuk mencari penghasilan dari usaha lain," paparnya.

Lebih lanjut Atep berharap situasi sepakbola Indonesia segera mencapai titik terang dan normal kembali. Dia meyakini sepanjang semua pihak yang berkonflik mau duduk bersama, 'perang saudara' yang terjadi akan berujung pada kesepakatan damai.

Dia pun meyakini sebenarnya jika mau duduk bersama, baik Kemenpora maupun PSSI bisa membawa sepak bola Indonesia ke arah yang lebih baik. "Akan jauh lebih baik kalau mau duduk bersama, saya yakin sepak bola kita akan lebih bagus. Yang kurangnya dibenahi, lebihnya dipertahankan dan ditingkatkan," tegasnya.

Penonton sepak bola kecewa.
Para penggemar sepak bola di tanah air merasa gusar akan keputusan FIFA melarang tim-tim Indonesia berlaga di pentas internasional.
Menurut FIFA, larangan ini diberlakukan karena aktivitas kepengurusan sepak bola di Indonesia telah secara efektif diambil alih oleh pemerintah. Perserikatan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) dan Kementerian Pemuda dan Olahraga belum juga mencapai kesepakatan mengenai penyelenggaraan liga nasional, yang telah non-aktif sejak pertengahan April.
Larangan itu menyebabkan Indonesia tak bisa bertanding dalam babak kualifikasi Piala Dunia 2018 dan Piala Asia 2019.
“Kami kecewa; sangat, sangat kecewa,” ungkap Heru Joko, ketua umum Viking, kelompok penggemar klub sepak bola Persib. “Bukan masalah menang atau kalah, tetapi pertandingan [tingkat internasional] bisa mempersatukan para suporter.”
FIFA menyatakan larangan kali ini dijatuhkan akibat campur tangan pemerintah. Lembaga tertinggi sepak bola dunia itu mewajibkan federasi tingkat nasional mengelola sepak bola secara independen, tanpa pengaruh dari pihak ketiga.
Kerugian yang di alami Indonesia atas sanksi FIFA:
1. Indonesia dipastikan tidak dapat mengikuti turnamen internasional baik timnas maupun klub, kemungkinannya bisa sepanjang satu tahun atau dua tahun, hal itu tergantung daripada keputusan Exco FIFA.
2. Tidak akan ada kompetisi lokal yang diakui FIFA atau otomatis sang juara hanya jago di kandang karena tidak teruji kekuatannya di level internasional.
3. Suporter Indonesia tidak lagi bisa bersorak-sorai mendukung timnasnya karena tidak ada pertandingan yang bisa diikuti oleh timnas, seperti Asian Games, Olimpiade, Pra Kualifikasi Piala Asia, Pra Kualifikasi Piala Dunia, Piala AFF, dan lain-lain.
4. Pemain sepakbola muda Indonesia dengan bakat-bakat luar biasa seolah dikebiri lantaran tak bisa menunjukkan performanya pada turnamen internasional.
5. Regenerasi perwasitan Indonesia pun akan semakin lesu sebab tidak ada pertandingan internasional yang bisa mereka pimpin di arena lapangan hijau.
6. Para sponsor dan media cetak maupun elektronika akan kekurangan agenda meliput karena hilangnya jadwal pertandingan timnas di tingkat internasional.
7. Sejumlah pemain naturalisasi akan gigit jari karena tahu mereka tak bisa memperkuat timnas Indonesia ke tingkat internasional.
8. Klub-klub besar dunia khususnya Eropa memikirkan ulang rencananya berkunjung ke Indonesia.
9. Fans klub internasional kecewa batal melihat pemain bintang dunia datang ke Indonesia.


Heboh Beras Plastik
(Tinjauan dari perlindungan Hak Asasi Rakyat)
Pemerintah, melalui Kapolri Jenderal Badrodin Haiti, menyatakan pemeriksaan ulang sampel beras yang dicurigai mengandung unsur plastik menunjukkan hasil negatif.
"Hasil pemeriksaan di laboratorium forensik (Polri), BPOM, Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian, hasilnya negatif, tidak ada unsur plastik."
Sebelumnya dalam acara di kantor wali kota Bekasi, Kamis (25/5), Kepala Bagian Pengujian Laboratorium Sucofindo, Adisam NZ, mengumumkan hasil uji dua sampel yang diberikan oleh Dinas Perdagangan Bekasi.
Hasilnya, ditemukan senyawa polivinil klorida, yang biasa ditemukan pada produk plastik seperti kabel, pipa pralon (PVC) dll. Campuran klorida itu komposisinya sebanyak 6,76% dari 250 gram beras yang diperiksa.
Perbedaan hasil pemeriksaan, kata Kapolri Badrodin Haiti, mendorong mereka melakukan pengujian lanjutan terhadap sisa sampel yang diuji Sucofindo.
"Kami periksakan lagi ke (laboratorium) BPOM dan laboratorium Polri. Hasilnya juga negatif."
"Oleh karena itu, Kami simpulkan bahwa beras yang diduga plastik tidak ada."

Betapapun, heboh tentang beras plastik itu telah menimbulkan keresahan luas. Betapa tidak? Beras adalah makanan pokok masyarakat Indonesia, kebutuhan setiap rumah tangga setiap hari.
Sejumlah pejabat yang geram mengancam akan mengambil tindakan keras terhadap mereka yang menyebarkan kabar burung tentang beras plastik.
Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Tejo Edhy Purdijatno menggolongkan penyebaran isu itu sebagai perbuatan makar. Menteri Pertanian Amran Sulaiman menyebut pelaku penyebaran isu itu bisa dipidanakan.
Di sisi lain, untuk menenangkan pembeli, sejumlah pedagang dan pengelola pasar sampai harus membuat dan memasang spanduk khusus untuk menegaskan beras yang mereka jual tidak mengandung unsur plastik.
Dari awal, desas-desus ini memang mengundang banyak pertanyaan.
Sejauh ini kabar ditemukannya "beras plastik" hanya terjadi di sebuah tempat di Bekasi, dan tidak meluas ke berbagai daerah lain.
Hasanudin Abdurakhman, seorang doktor fisika yang memimpin sebuah perusahaan Jepang yang memproduksi bahan plastik menganggap beras plastik tidak masuk di akal dari segi produksi dan dari segi ekonomi," tambahnya.
"Karena harga bahan dasar plastik -bahkan yang daur ulang- akan lebih mahal dari beras, dan teknologi untuk memproduksinya juga tidak bisa yang terlalu sederhana. Lebih-lebih plastik tak bisa dicerna dan gampang dikenali rasanya yang asing oleh lidah," katanya

Dewi Septiani, 29 tahun, penemu beras plastik di Kota Bekasi, Jawa Barat, pasrah. Dikarenakan beras temuannya itu dinyatakan pemerintah tak mengandung senyawa plastik. Temuan ini berbeda dengan penelitian dari PT Sucofindo yang menyatakan hasilnya mengandung senyawa plastik.
"Saya serahkan sepenuhnya ke polisi," kata Dewi, Kamis, 28 Mei 2015. Ia mengatakan sejak mengadukan beras yang diduga berbahaya tersebut, lalu diteliti oleh lembaga yang berkompeten, ibu satu anak ini siap menerima apa pun hasilnya. "Saya juga terbuka."
Awalnya setelah mendapatkan informasi bahwa beras itu mengandung plastik, dia langsung lega. Dewi mengatakan beras tersebut tak layak dikonsumsi, sehingga dia tak menjual makanan yang tak bisa dimakan kepada konsumennya yang kebanyakan anak sekolah. "Kalau memang tidak ada, saya juga enggak apa-apa. Berarti beras aman," kata dia.
Semula ia membeli beras sebanyak enam liter dengan harga Rp 8 ribu seliter. Enam liter sudah dimasak, tapi tak sampai dikonsumsi. Sisanya dua liter sudah dibawa oleh Pemerintah Kota Bekasi. "Paling banyak dibawa oleh polisi," kata dia.
Perbedaan hasil antara Sucofindo dan lima lembaga pemerintah membuat sejumlah warga bingung. Sebab, para peneliti tersebut merupakan lembaga atau perusahaan yang tak diragukan lagi kredibilitasnya. "Yang benar yang mana?" kata seorang pedagang beras di Pasar Tanah Merah, Wilem.
Senada dengan Wilem, Kartika, 22 tahun, konsumen beras, mengaku bingung karena dihadapkan dengan dua hasil yang berbeda tersebut. Agar tak salah membeli beras, dia meminta jaminan kepada penjualnya. "Jadi banyak bertanya sekarang kalau beli beras," kata warga Jatimulya ini.
Sebelumnya, PT Sucofindo dan Pemerintah Kota Bekasi merilis kandungan dalam beras yang diuji. Hasilnya, beras itu mengandung pelentur plastik, di antaranya BBP (Benzyil butyl phtalate), DEHP (bis (2-ethylexyl phatalate)), DINP (Diisionyl Phatalate).
Tinjauan dari perlindungan Hak Asasi Rakyat.
Dewi Ibu rumah tangga yang menemukan beras plastik mengaku bahwa pengaduannya tak didasari motif apa pun, selain ingin mengetahui kandungan dalam beras yang dia beli di pasar Tanah Merah Mutiara Gading Timur, Kecamatan Mustikajaya. dikarenakan dia merasa ada yang aneh dalam beras itu. "Saya hanya konsumen yang mengeluh dengan kualitas beras," ucap Dewi.
PAHAM sebut jangan sampai temuan tersebut membuat pelapor Dewi Septiani trauma, apalagi sampai merasa menerima intimidasi dari aparat.
“Bila hal ini terjadi, orang akan cenderung abai dan tidak mau melapor apabila melihat sebuah kejahatan,” tegas Sekjend Pusat Advokasi Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (Paham), Rozaq Asyhari, dalam siaran persnya (Kamis, 28/5).

Dia mengungkapkan, apa yang dilakukan Ibu Dewi adalah tindakan konsumen yang baik. Itu adalah upaya preventif untuk menghindarkan masyarakat dari bahaya buruk bahan makanan yang diduga dari platik. Oleh karenanya, langkah waspada yang demikian harus dicontoh oleh anggota masyarakat lainnya.
“Bahwa yang dilakukan oleh Dewi Septiani adalah early warning, yang seharunya merupakan kewajiban apparat terkait untuk menindaklanjuti,” ungkapnya.
PAHAM menyayangkan adanya dugaan intimidasi yang dialami oleh Ibu Dewi. Karena yang dilakukan Ibu Dewi sudah sesuai dengan ketentuan pasal 165 KUHP. Dimana ada kewajiban bagi setiap orang untuk melaporkan kepada polisi jika mengetahui terjadinya suatu tindak kejahatan. Walaupun dalam Pasal 165 KUHP tersebut hanya disebutkan beberapa pasal tindak kejahatan.

“Namun secara umum, hal ini merupakan suatu upaya untuk mencegah terjadinya suatu tindak kejahatan,” terang kandidat Doktor dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini.
Karena itu PAHAM mendorong agar Kapolri memberikan penghargaan kepada Dewi Septiani dan memberikan sanksi kepada oknum yang diduga mengintimidasi.

“Saya rasa layak Pak Badrodin Haiti memberikan penghargaan kepada Bu Dewi. Karena sebagai warga negara yang baik telah memberikan laporan sebagai bentuk kewaspadaan sesuai dengan ketentuan pasal 165 KUHP. Hal ini untuk merangsang agar masyarakat peduli dengan persoalan hukum yang ada di sekitarnya. Disisi lain, apabila memang terbukti ada oknum aparat yang melakukan intimidasi selayaknya pula Kapolri berikan teguran atau sanksi”, tegasnya.

Kriminalisasi dan pembongkaran aib pemerintahan memang sangat beresiko bagi kalangan rakyat terjajah, seperti pelapor beras plastik Dewi Nurriza Septiani. Beliau memberikan laporan tentang adanya beras yang berasal dari bahan plastik yang sekarang “Katanya” menteri pertanian periode kabinet Joko Widodo, Andi Arman Sulaiman meminta penjelasan pelapor tentang beras plastik yang “Katanya” tidak ada, Menteri mempertegas kepada pelapor harus mempertanggung jawabkan atas isu beras plastik yang terlanjur tersebar luas di Indonesia kepada pihak berwajib karena mengundang keresahan dan ditakutkan adanya ketidakpercayaan objek pasar yakni pembeli.