Mata Kuliah: Etika Bisnis #
BAB 7 : Perspektif Etika Bisnis dalam Ajaran Islam
dan Barat, Etika Profesi
1.
Beberapa Aspek Etika Bisnis Islami
1) Kesatuan (Tauhid/Unity)
Dalam
hal ini adalah kesatuan sebagaimana terefleksikan dalam konsep tauhid yang
memadukan keseluruhan aspek-aspek kehidupan muslim baik dalam bidang ekonomi,
politik, sosial menjadi keseluruhan yang homogen, serta mementingkan konsep
konsistensi dan keteraturan yang menyeluruh.
Dari
konsep ini maka islam menawarkan keterpaduan agama, ekonomi, dan sosial demi
membentuk kesatuan. Atas dasar pandangan ini pula maka etika dan bisnis menjadi
terpadu, vertikal maupun horisontal, membentuk suatu persamaan yang sangat
penting dalam sistem Islam.
2) Keseimbangan (Equilibrium/Adil)
Islam
sangat mengajurkan untuk berbuat adil dalam berbisnis, dan melarang berbuat
curang atau berlaku dzalim. Rasulullah diutus Allah untuk membangun keadilan.
Kecelakaan besar bagi orang yang berbuat curang, yaitu orang-orang yang apabila
menerima takaran dari orang lain meminta untuk dipenuhi, sementara kalau
menakar atau menimbang untuk orang selalu dikurangi.
Kecurangan
dalam berbisnis pertanda kehancuran bisnis tersebut, karena kunci keberhasilan
bisnis adalah kepercayaan. Al-Qur’an memerintahkan kepada kaum muslimin untuk
menimbang dan mengukur dengan cara yang benar dan jangan sampai melakukan
kecurangan dalam bentuk pengurangan takaran dan timbangan “Dan sempurnakanlah
takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah
yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya,” (Q.S. al-Isra’: 35).
Dalam
beraktivitas di dunia kerja dan bisnis, Islam mengharuskan untuk berbuat
adil,tak terkecuali pada pihak yang tidak disukai. Hal ini sesuai dengan firman
Allah dalam Surat Al-Maidah ayat 8 yang artinya: “Hai orang-orang
beriman,hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran)
karena Allah SWT,menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-sekali
kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.Berlaku
adillah karena adil lebih dekat dengan takwa.”
3) Kehendak Bebas (Free Will)
Kebebasan
merupakan bagian penting dalam nilai etika bisnis islam, tetapi kebebasan itu
tidak merugikan kepentingan kolektif. Kepentingan individu dibuka lebar. Tidak
adanya batasan pendapatan bagi seseorang mendorong manusia untuk aktif berkarya
dan bekerja dengan segala potensi yang dimilikinya.
Kecenderungan
manusia untuk terus menerus memenuhi kebutuhan pribadinya yang tak terbatas
dikendalikan dengan adanya kewajiban setiap individu terhadap masyarakatnya
melalui zakat, infak dan sedekah.
4) Tanggung jawab (Responsibility)
Kebebasan
tanpa batas adalah suatu hal yang mustahil dilakukan oleh manusia karena tidak
menuntut adanya pertanggung jawaban dan akuntabilitas. untuk memenuhi tuntunan
keadilan dan kesatuan, manusia perlu mempertaggungjawabkan tindakanya secara
logis prinsip ini berhubungan erat dengan kehendak bebas. Ia menetapkan batasan
mengenai apa yang bebas dilakukan oleh manusia dengan bertanggungjawab atas
semua yang dilakukannya.
5) Kebenaran: kebajikan dan kejujuran
Kebenaran
dalam konteks ini selain mengandung makna kebenaran lawan dari kesalahan,
mengandung pula dua unsur yaitu kebajikan dan kejujuran. Dalam konteks bisnis
kebenaran dimaksudkan sebagia niat, sikap dan perilaku benar yang meliputi
proses akad (transaksi) proses mencari atau memperoleh komoditas pengembangan
maupun dalam proses upaya meraih atau menetapkan keuntungan.
Dengan
prinsip kebenaran ini maka etika bisnis Islam sangat menjaga dan berlaku
preventif terhadap kemungkinan adanya kerugian salah satu pihak yang melakukan
transaksi, kerjasama atau perjanjian dalam bisnis.
2.
Teori Ethical Egoism
Teori ini hanya melihat diri pelaku sendiri , di ukur dari
apakah hal tersebut mempunyai dampak baik datau buruk untuk diri sendiri, tidak
mengindahkan dampak kepada orang lain kecuali dampak oramg lain berpengaruh
kepada pelaku.
3.
Teori Relativisme
Relativisme berasal dari kata
Latin, relativus, yang berarti nisbi atau relatif. Sejalan dengan arti katanya,
secara umum relativisme berpendapat bahwa perbedaan manusia, budaya, etika,
moral dan agama bukanlah perbedaan dalam hakikat, melainkan perbedaan karena
faktor-faktor di luarnya Sebagai paham dan pandangan etis, relativisme
berpendapat bahwa yang baik dan yang jahat, yang benar dan yang salah
tergantung pada masing-masing orang dan budaya masyarakatnya. Ajaran seperti
ini dianut oleh Protagras, Pyrrho dan pengikut-pengikutnya, maupun oleh kaum
Skeptik.
4.
Konsep Deontology
Berasal dari bahasa yunani Deon yang
berarti kewajiban/ Sesuatu yang harus. Etika deontology ini lebih
menekankan pada kewajiban manusia untuk bertindak secara baik menurut teori ini
tindakan baik bukan berarti harus mndatangkan kebaikan namun berdasarkan baik
pada dirinya sendiri jikalau kita bisa katakana ini adalah mutlak harus
dikerjakan tanpa melihat berbagai sudut pandang. Konsep ini menyiratkan
adanya perbedaan kewajiban yang hadir bersamaan. Artinya ada sebuah persoalan
yang kadang baik dilihat dari satu sisi, namun juga terlihat buruk dari sudut
pandang lain. Menurut David MCnaughton, kebaikan dan keburukan tidak bisa
dilihat semata-mata berdasarkan nilai baik dan buruk, dua hal ini dilihat
dari konteks terjadinya perbuatan, bisa kita contohkan ada sebuah kasus atau
sebuah perbuatan, bisa saja perbuatan ini benar di mata masyarakat umum atau
benar berdasarkan konsep-konsep umum yang ada, namun pada kenyataannya saat
dilakukan terlihat buruk atau bahkan dampaknya negative.
5.
Pengertian Profesi
Profesi adalah kata serapan dari sebuah kata dalam
bahasa Inggris “Profess”, yang dalam bahasa Yunani
adalah “Επαγγελια”, yang bermakna: “Janji untuk memenuhi kewajiban
melakukan suatu tugas khusus secara tetap/permanen”.
Profesi juga sebagai pekerjaan yang membutuhkan
pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus. Suatu profesi
biasanya memiliki asosiasi profesi, kode etik, serta proses sertifikasi dan
lisensi yang khusus untuk bidang profesi tersebut. Contoh profesi adalah pada
bidang hukum, kedokteran, keuangan, militer, teknik desainer, tenaga pendidik.
Seseorang yang berkompeten di suatu profesi tertentu,
disebut profesional. Walau demikian, istilah profesional juga digunakan untuk
suatu aktivitas yang menerima bayaran, sebagai lawan kata dari amatir.
Contohnya adalah petinju profesional menerima bayaran untuk pertandingan tinju
yang dilakukannya, sementara olahraga tinju sendiri umumnya tidak dianggap
sebagai suatu profesi.
6.
Kode Etik
Kode etik adalah suatu sistem norma,
nilai & juga aturan profesional tertulis yang secara tegas menyatakan apa
yang benar & baik & apa yang tidak benar & tidak baik bagi
profesional. Kode etik menyatakan perbuatan apa saja yang benar / salah,
perbuatan apa yang harus dilakukan & perbuatan apa yang harus dihindari.
Atau secara singkatnya definisi kode etik yaitu suatu pola aturan, tata cara,
tanda, pedoman etis ketika melakukan suatu kegiatan / suatu pekerjaan. Kode
etik merupakan pola aturan / tata cara sebagai pedoman berperilaku.
Pengertian kode etik yang lainnya
yaitu, merupakan suatu bentuk aturan yang tertulis, yang secara sistematik
dengan sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada & ketika
dibutuhkan dapat difungsikan sebagai alat untuk menghakimi berbagai macam
tindakan yang secara umum dinilai menyimpang dari kode etik tersebut.
Tujuan kode etik yaitu supaya
profesional memberikan jasa yang sebaik-baiknya kepada para pemakai atau para
nasabahnya. Dengan adanya kode etik akan melindungi perbuatan dari yang tidak
profesional.
Ketaatan tenaga profesional terhadap
kode etik merupakan ketaatan yang naluriah, yang telah bersatu dengan pikiran,
jiwa serta perilaku tenaga profesional. Jadi ketaatan tersebut terbentuk dari
masing-masing orang bukan karena suatu paksaan. Dengan demikian tenaga
profesional merasa jika dia melanggar kode etiknya sendiri maka profesinya akan
rusak & yang rugi dia sendiri.
7.
Prinsip Etika Profesi
1) Prinsip tanggung jawab
Tanggung
jawab adalah satu prinsip pokok bagi kaum profesional, orang yang profesional
sudah dengan sendirinya berarti orang yang bertanggung jawab. Pertama,
bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pekerjaannya dan terhadap hasilnya.
Maksudnya, orang yang profesional tidak hanya diharapkan melainkan juga dari
dalam dirinya sendiri menuntut dirinya untuk bekerja sebaik mungkin dengan
standar di atas rata-rata, dengan hasil yang maksimum dan dengan moto yang
terbaik. Ia bertanggung jawab menjalankan pekerjaannya sebaik mungkin dan
dengan hasil yang telah diharapkan.
2) Prinsip keadilan
Prinsip
ini terutama menuntut orang yang profesional agar dalam menjalankan profesinya
ia tidak merugikan hak dan kepentingan pihak tertentu, khususnya orang-orang
yang dilayaninya dalam rangka profesinya demikian pula. Prinsip ini menuntut
agar dalam menjalankan profesinya orang yang profesional tidak boleh melakukan
diskriminasi terhadap siapapun termasuk orang yang mungkin tidak membayar jasa
profesionalnya.
3) Prinsip otonomi
Ini
lebih merupakan prinsip yang dituntut oleh kalangan profesional terhadap dunia
luar agar mereka diberi kebebasan sepenuhnya dalam menjalankan profesinya.
Sebenarnya ini merupakan kensekuensi dari hakikat profesi itu sendiri. Karena,
hanya kaum profesional ahli dan terampil dalam bidang profesinya, tidak boleh
ada pihak luar yang ikut campur tangan dalam pelaksanaan profesi tersebut. ini
terutama ditujukan kepada pihak pemerintah. Yaitu, bahwa pemerintah harus
menghargai otonomi profesi yang bersangkutan dan karena itu tidak boleh
mencampuri urusan pelaksanaan profesi tersebut.
4) Prinsip integritas moral
Berdasarkan
hakikat dan ciri-ciri profesi di atas terlihat jelas bahwa orang yang
profesional adalah juga orang yang punya integritas pribadi atau moral yang
tinggi. Karena, ia mempunyai komitmen pribadi untuk menjaga keluhuran
profesinya, nama baiknya dan juga kepentingan orang lain dan masyarakat. Dengan
demikian, sebenarnya prinsip ini merupakan tuntutan kaum profesional atas
dirinya sendiri bahwa dalam menjalankan tugas profesinya ia tidak akan sampai
merusak nama baiknya serta citra dan martabat profesinya. didapat secara
langsung oleh pelaku profesi (profesional), misalnya saja seorang yang baru
lulus dari fakultas kedokteran tidak akan langsung dapat menjalankan seluruh
profesi kedokterannya tersebut, melainkan dengan pengalaman (jam terbang)
dokter
Referensi Bab 7, 8, 9, 11 & Bab 13
Arijanto,
Agus., Etika Bisnis bagi Pelaku Bisnis, Edisi ketiga, PT. RajaGrafindo Persada,
Jakarta, 2011.
Ernawan, Erni. 2011. Business Ethics. Penerbit: Alfabeta. Bandung.
Foto
Kelompok
Tidak ada komentar:
Posting Komentar