Mata
Kuliah: Etika Bisnis #
BAB
1: Definisi Etika dan Bisnis sebagai sebuah profesi
Hakekat
Mata Kuliah Etika Bisnis
Etika bisnis
adalah menganalisis atas asumsi-asumsi bisnis, baik asumsi moral maupun
pandangan dari sudut moral. Karena bisnis beroperasi dalam rangka suatu sistem
ekonomi, maka sebagian dari tugas etika bisnis hakikatnya mengemukakan
pertanyaan-pertanyaan tentang sistem ekonomi yang umum dan khusus, dan pada
gilirannya menimbulkan pertanyaan-pertanyaan tentang tepat atau tidaknya
pemakaian bahasa moral untuk menilai sistem-sistem ekonomi, struktur bisnis.
Contoh
praktek etika bisnis yang dihubungkan dengan moral :
Uang milik
perusahaan tidak boleh diambil atau ditarik oleh setiap pejabat perusahaan
untuk dimiliki secara pribadi. Hal ini bertentangan dengan etika bisnis.
Memiliki uang dengan cara merampas atau menipu adalah bertentangan dengan
moral. Pejabat perusahaan yang sadar etika bisnis, akan melarang pengambilan
uang perusahaan untuk kepentingan pribadi, Pengambilan yang terlanjur wajib
dikembalikan.
2.
Definisi
Etika dan Bisnis
Kata etika,
Menurut bahasa Yunani, kata etika berawal dari kata ethos yang memiliki arti
sikap, perasaan, akhlak, kebiasaan, watak. Sedangkan Magnis Suseno berpendapat
bahwa etika merupakan bukan suatu ajaran melainkan suatu ilmu. Dengan kata
lain, bahwa didalam etika setidaknya terdapat komponen etika berupa : kebebasan
dan tanggung jawab, hak dan kewajiban, baik dan buruk, keutaman dan
kebahagiaan.
Kata kedua
adalah bisnis, yang diartikan sebagai suatu usaha. Jika kedua kata tersebut
dipadukan, yaitu etika bisnis maka dapat didefinisikan sebagai suatu tata cara
yang dijadikan sebagai acuan dalam menjalankan kegiatan berbisnis. Dimana dalam
tata cara tersebut mencakup segala macam aspek, baik dari individu, institusi,
kebijakan, serta perilaku berbisnis.
Etika Bisnis
dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan serta
pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan sehat, Perusahaan meyakini
prinsip bisnis yang baik adalah bisnis yang beretika, yakni bisnis dengan
kinerja unggul dan berkesinambungan yang dijalankan dengan mentaati
kaidah-kaidah etika sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku.
Etika Bisnis
dapat menjadi standar dan pedoman bagi seluruh karyawan termasuk manajemen dan
menjadikannya sebagai pedoman untuk melaksanakan pekerjaan sehari-hari dengan
dilandasi moral yang luhur, jujur, transparan dan sikap yang profesional.
3.
Etiket
Moral, Hukum dan Agama
Istilah etiket berasal
dari kata Prancis etiquette, yang berarti kartu undangan,
yang lazim dipakai oleh raja-raja Prancis apabila mengadakan pesta. Dalam
perkembangan selanjutnya, istilah etiket berubah bukan lagi berarti kartu
undangan yang dipakai raja-raja dalam mengadakan pesta. Dewasa ini istilah
etiket lebih menitikberatkan pada cara-cara berbicara yang sopan, cara
berpakaian, cara menerima tamu dirumah maupun di kantor dan sopan santun
lainnya. Jadi, etiket adalah aturan sopan santun dalam pergaulan.
Dalam
pergaulan hidup, etiket merupakan tata cara dan tata krama yang baik dalam
menggunakan bahasa maupun dalam tingkah laku. Etiket merupakan sekumpulan
peraturan-peraturan kesopanan yang tidak tertulis, namun sangat penting untuk
diketahui oleh setiap orang yang ingin mencapai sukses dalam perjuangan hidup
yang penuh dengan persaingan.
Etiket juga
merupakan aturan-aturan konvensional melalui tingkah laku individual dalam
masyarakat beradab, merupakan tatacara formal atau tata krama lahiriah untuk
mengatur relasi antarpribadi, sesuai dengan status social masing-masing
individu.
·
Perbedaan Moral dan Hukum :
Sebenarnya
ataa keduanya terdapat hubungan yang cukup erat. Karena anatara satu dengan
yang lain saling mempegaruhi dan saling membutuhkan. Kualitas hukum ditentukan
oleh moralnya. Karena itu hukum harus dinilai/diukur dengan norma moral.
Undang-undang moral tidak dapat diganti apabila dalam suatu masyarakat
kesadaran moralnya mencapai tahap cukup matang. Secaliknya moral pun
membutuhkan hukum, moral akan mengambang saja apabil atidak dikukuhkan, diungkapkan
dan dilembagakan dalam masyarakat. Dengan demikian hukum dapat meningkatkan
dampak social moralitas. Walaupun begitu tetap saja antara Moral dan Hukum
harus dibedakan. Perbedaan tersebut antara lain :
-
Hukum bersifat obyektif karena hukum
dituliskan dan disusun dalam kitab undang-undang. Maka hkum lebih memiliki
kepastian yang lebih besar.
-
Norma bersifat subyektif dan
akibatnya seringkali diganggu oleh pertanyaan atau diskusi yang menginginkan
kejelasan tentang etis dan tidaknya.
-
Hukum hanya membatasi ruang
lingkupnya pada tingkah laku lahiriah manusia saja.
-
Sedangkan moralitas menyangkut
perilaku batin seseorang.
-
Sanksi hukum bisanya dapat
dipakasakan.
-
Sedangkan sanksi moral satu-satunya
adalah pada kenyataan bahwa hati nuraninya akan merasa tidak tenang.
-
Sanksi hukum pada dasarnya
didasarkan pada kehendak masyarakat.
-
Sedangkan moralitas tidak akan dapat
diubah oleh masyarakat
·
Perbedaan Etika dan Agama :
Etika mendukung keberadaan Agama, dimana etika sanggup membantu manusia
dalam menggunakan akal pikiran untuk memecahkan masalah. Perbedaan antara etika
dan ajaran moral agama yakni etika mendasarkan diri pada argumentasi rasional.
Sedangkan Agama menuntut seseorang untuk mendasarkan diri pada wahtu Tuhan dan
ajaran agama.
·
Etika dan Moral
Etika lebih
condong kearah ilmu tentang baik atau buruk. Selain itu etika lebih sering
dikenal sebagai kode etik. Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas
dan atau nilai yang berkenaan dengan baik buruk. Dua kaidah dasar moral adalah
:
-
Kaidah Sikap Baik. Pada dasarnya
kita mesti bersikap baik terhadap apa saja. Bagaimana sikap baik itu harus
dinyatakann dalam bentuk yang kongkret, tergantung dari apa yang baik dalam
situasi kongkret itu.
-
Kaidah Keadilan. Prinsip keadilan
adalah kesamaan yang masih tetap mempertimbangkan kebutuhan orang lain.
Kesamaan beban yang terpakai harus dipikulkan harus sama, yang tentu saja
disesuaikan dengan kadar angoota masing-masing.
4.
Klasifikasi
Etika
a)
Etika Normatif
Etika Normatif merupakan cabang etika
yang penyelidikannya terkait dengan pertimbangan-pertimbangan tentang bagaimana
seharusnya seseorang bertindak secara etis. Dengan kata lain, etika normatif
adalah sebuah studi tindakan atau keputusan etis. Di samping itu, etika
normatif berhubungan dengan pertimbangan-pertimbangan tentang apa saja
kriteria-kriteria yang harus dijalankan agar sautu tindakan atau kepusan itu
menjadi baik. Dalam etika normatif ini muncul teori-teori etika, misalnya etika
utilitarianisme, etika deontologis, etika kebajikan dan lain-lain. Suatu teori
etika dipahami bahwa hal tersebut mengajukan suatu kriteria tertentu tentang
bagaimana sesorang harus bertindak dalam situasi-situasi etis.
b)
Etika Terapan
Etika terapan merupakan sebuah penerapan
teori-teori etika secara lebih spesifik kepada topik-topik kontroversial baik
pada domain privat atau publik seperti perang, hak-hak binatang, hukuman mati
dan lain-lain. Etika terapan ini bisa dibagi menjadi etika profesi, etika
bisnis dan etika lingkungan. Secara umum ada dua fitur yang diperlukan supaya
sebuah permasalahan dapat dianggap sebagai masalah etika terapan.
Pertama,
permasalahan tersebut harus kontroversial dalam arti bahwa ada
kelompok-kelompok yang saling berhadapan terkait dengan permasalahan moral.
Masalah pembunuhan, misalnya tidak menjadi masalah etika terapan karena semua
orang setuju bahwa praktik tersebut memang dinilai tidak bermoral. Sebaliknya,
isu kontrol senjata akan menjadi masalah etika terapan karena ada kelompok yang
mendukung dan kelompok yang menolak terhadap isu kontrol senjata.
c)
Etika Deskriptif
Etika deskriptif merupakan sebuah studi
tentang apa yang dianggap ‘etis’ oleh individu atau masyarakat. Dengan begitu,
etika deskriptif bukan sebuah etika yang mempunyai hubungan langsung dengan
filsafat tetapi merupakan sebuah bentuk studi empiris terkait dengan
perilaku-perilaku individual atau kelompok. Tidak heran jika etika deskriptif
juga dikenal sebagai sebuah etika komparatif yang membandingkan antara apa yang
dianggap etis oleh satu individu atau masyarakat dengan individu atau masyarakat
yang lain serta perbandingan antara etika di masa lalu dengan masa sekarang.
Tujuan dari etika deskriptif adalah untuk menggambarkan tentang apa yang
dianggap oleh seseorang atau masyarakat sebagai bernilai etis serta apa
kriteria etis yang digunakan untuk menyebut seseorang itu etis atau tidak.
d)
Metaetika
Metaetika berhubungan dengan sifat
penilaian moral. Fokus dari metaetika adala arti atau makna dari
pernyataan-pernyataan yang ada di dalam etika. Dengan kata lain, metaetika
merupakan kajian tingkat kedua dari etika. Artinya, pertanyaan yang diajukan
dalam metaetika adalah apa makna jika kita berkata bahwa sesuatu itu baik?
Metaetika juga bisa dimengerti sebagai sebuah cara untuk melihat fungsi-fungsi pernyataan-pernyataan etika, dalam arti bagaimana kita mengerti apa yang dirujuk dari pernyataan-pernyataan tersebut dan bagaimana pernyataan itu didemonstrasikan sebagai sesuatu yang bermakna.
Metaetika juga bisa dimengerti sebagai sebuah cara untuk melihat fungsi-fungsi pernyataan-pernyataan etika, dalam arti bagaimana kita mengerti apa yang dirujuk dari pernyataan-pernyataan tersebut dan bagaimana pernyataan itu didemonstrasikan sebagai sesuatu yang bermakna.
Perkembangan metaetika awalnya merupakan
jawaban atas tantangan dari Positivisme Logis yang berkembang pada abad 20-an
(Lee, 1986, 8). Kalangan pendukung Positivisme Logis berpendapat bahwa jika
tidak bisa memberikan bukti yang menunjukkan sebuah pernyataan itu benar, maka
pernyataan itu tidak bermakna. Ketika prinsip dari Positivisme Logis juga
diujikan kepada pernyataan-pernyataan etis, maka pernyataan-pernyataan itu
harus berdasarkan bukti. Ringkasnya, jika tidak ada bukti, maka tidak ada
makna.
Di sini kata kuncinya adalah apa yang
dikenal dengan “naturalistic fallacy“, yaitu dianggap akan melakukan
kesalahan jika kita menarik suatu pernyataan tentang apa yang seharusnya dari
pernyataan tentang apa yang ada. Kesulitan dari bahasa etika adalah
penyataan-pernyataannya tidak selalu berupa fakta. Disinilah peran sentral dari
metaetika yang mengembangkan berbagai cara untuk menjelaskan apa yang dimaksud
dengan bahasa etika dengan intensi bahwa pernyataan-pernyataan etis punya
makna. Dalam pembahasan ini metaetika biasanya terbagi menjadi dua, yaitu
realisme etis dan nonrealisme etis.
5.
Konsepsi
Etika
Etika
berbeda dengan etiket. Jika etika berkaitan dengan moral, etiket hanya
bersentuhan dengan urusan sopan santun. Belajar etiket berarti belajar
bagaimana bertindak dalam cara-cara yang sopan; sebaliknya belajar etika
berarti belajar bagaimana bertindak baik. Etiket didefinisikan sebagai
cara-cara yang diterima dalam suatu masyarakat atau kebiasaan sopan-santun yang
disepakati dalam lingkungan pergaulan antar manusia. Etiket yang menyangkut
tata cara kenegaraan disebut protokol. Etiket antara lain menyangkut cara
berbicara, berpakaian, makan, menonton, berjalan, melayat, menelpon dan
menerima telepon, bertamu, dan berkenalan.
Konsep-konsep
dasar etika antara lain adalah ilmu yang mempelajari tentang tingkah laku
manusia serta azas-azas akhlak (moral) serta kesusilaan hati seseorang untuk
berbuat baik dan juga untuk menentukan kebenaran atau kesalahan dan tingkah
Laku seseorang terhadap orang lain.
Secara umum
dikenal beberapa teori etika yang digunakan oleh individu sebagai dasar dalam
mengambil keputusan yang dianggap etis, yaitu :
1) Teori
Deontologi (Teori Kewajiban)
Deontologi
berasal dari bahasa Yunani deon, yang berarti kewajiban.
Deontologi merupakan teori etika yang menyatakan bahwa yang menjadi dasar bagi
baik buruknya suatu perbuatan adalah kewajiban seseorang untuk berbuat baik
sesama manusia. Tujuan bukanlah faktor pembenar bagi perbuatan untuk dinilai
baik atau tidak baik. Suatu tindakan dinilai baik bukan berdasarkan atau tujuan
baik dari tindakan itu, namun berdasarkan kewajiban bertindak baik kepada orang
lain sebagaimana setiap individu memiliki keinginan untuk selalu berlaku
baik-baik kepada diri sendiri. Jadi, teori ini menyatakan bahwa berbuat baik
merupakan kewajiban yang menjadi keharusan kepada orang lain.
2) Teori
Utilitarianisme
Teori
Utilirarianisme sebenarnya merupakan turunan dari teori teleologi
(konsekuensialis). Teori Teologi menyatakan bahwa baik buruknya suatu tindakan
berdasarkan tujuan yang hendak dicapai dengan tindakan itu. Suatu tindakan
dinilai baik kalau bertujuan mencapai sesuatu yang baik. Sedangkan teori
Utilirarianisme mengatakan bahwa suatu kegiatan bisnis adalah baik dilakukan
jika bisa memberikan manfaat kepada sebagian besar masyarakat atau konsumen
dalam konteks bisnis. Dalam lingkup bisnis, pencerminan teori ini bisa
tergambar dalam analisis biaya manfaat (cost benefit analys). Yang sedang
digunakan oleh suatu bisnis sebagai suatu pertimbangan dalam membuat keputusan
manajemen. Konsekuensi dari penerapan teori ini adalah terjadinya praktik –
praktik bisnis yang berorientasi hasil (result oriented), karena ada anggapan
bahwa niat baik saja tidak cukup untuk memberikan manfaat, namun disisi lain,
terdapat beberapa sisi negative, antara lain mengabaikan proses untuk mencapai
hasil, apakah sudah sesuai dengn hak dan kewajiban, apakah tidak mencederai
keadilan, dan lain – lain.
3) Teori Hak
Teori
hak merupakan salah satu bagian dari teori Deontologi, karena hak berhubungan
dengan kewajiban. Secara logis dalam tindakan yang bersifat ekonomis, seseorang
yang telah melakukan kewajiban, akan menuntut hak sebagai timbale balik yang
rasional. Dalam hal ini, hak yang dimaksud adalah yang dianggap setara terhadap
pengorbanan kewajiban yang telah dilakukan. Hak didasarkan atas martabat
manusia dan martabat manusia itu sama halnya mendapat perlakuan yang sama.
4) Teori
Egoisme
Teori
ini merupakan bagian dari teori teleologi atau teori konsekuensialis. Teori ini
memandang bahwa perilaku moral dianggap baik manakala lebih menguntungkan
dibandingkan dengan merugikan bagi individu yang melakukan tindakan moral,
meskipun tidak selalu harus mengabaikan kesejahteraan orang lain. Dengan kata
lain teori ini menganggap bahwa individu harus mengambil keputusan yang dapat
memaksimalkan kemanfaatan pada diri sendiri.
5) Teori Religius
Teori
religious memiliki konsep bahwa Tuhan adalah tujuan akhir manusia, karena Tuhan
merupakan nilai tertinggi dan universal, dan kebahagiaan manusia akan tercapai
manakala manusia mengikjtsertakan Tuhan dalam kehidupannya. Dalam teori ini
dinyatakan bahwa ketika seseorang ingin menikmati kepuasan dunia, maka salah
satu cara dengan mengikuti perintah Tuhan-Nya, karena subjektifitas moral
tertinggi berada dalam nilai agama, agar manusia mencapai tujuan hidupnya.
Referensi
Bab 1 & Bab 2
Dr. H.
Untung Budi, S.H., M.M tahun 2012 “ HUKUM DAN ETIKA BISNIS”, CV Andi Offset,
Yogyakarta.
Ernawan,
Erni. 2011. Business Ethics. Penerbit: Alfabeta. Bandung.
Drs.H. As, Mahmoedin (1996). Etika Bisnis Perbankan.
Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
Drs.Danang Suyoto, S.H.,S.E., M.M. dan Wika Harisa
Putri,S.E.,S.H.,M.Sc., M.E.I (2014). Etika Bisnis. Caps Publishing.
Foto Kelompok
Tidak ada komentar:
Posting Komentar