Mata Kuliah: Etika Bisnis
Sub Pokok: Hak dan Kewajiban
BPOM
Sita Kosmetik Ilegal Mengandung Obat Terlarang
REPUBLIKA.CO.ID,
PURWOKERTO - Bahan kosmetik yang disita BPOM Semarang di Purwokerto, Rabu
(15/5), diperkirakan mengandung obat terlarang.Kepala BPOM Semarang, Dra
Zulaimah MSi Apt, menyebutkan hasil uji laboratorium krim kecantikan yang
disita dari satu satu rumah produksi di Kompleks Perumahan Permata hijau
tersebut, memang masih belum selesai.
”Tetapi dari daftar bahan baku yang sudah
disita, kosmetik tersebut kami perkirakan mengandung berbagai jenis obat-obat
keras yang peredarannya sangat kami batasi,” kata Zualimah, saat ditelepon dari
Purwokerto, Kamis (16/5). Bahkan baku yang dipergunakan sebagai bahan baku krim
tersebut, antara lain berupa Bahan Kimia Obat (BKO) seperti obat-obatan jenis
antibiotik, deksametason, hingga hidrokuinon. ”Kami belum tahu, apakah
obat-obatan BKO tersebut, dimasukkan dalam krim kosmetik atau tidak, karena
masih dilakukan penelitian. Namun untuk bahan kimia hidrokuinon, kami
perkirakan menjadi salah satu bahan utama pembuatan kosmetik,” jelasnya.
Di
Indonesia, kata Zulaimah, bahan aktif Hidrokuinon sangat dibatasi
penggunaannya. Bahan aktif tersebut, hanya diizinkan digunakan dalam kadar yang
sangat sedikit, dalam bahan kosmetik pewarna rambut dan cat kuku atau kitek.
Untuk pewarna rambut, maksimal kadar hidrokuinon hanya 0,3 persen sedangkan
untuk cat kuku hanya 0,02 persen. ”Sedangkan untuk krim kulit, sama sekali
tidak boleh digunakan,” jelasnya. Ia mengakui, di masa lalu zat aktif
hidrokuinin ini memang banyak digunakan untuk bahan baku krim pemutih atau
pencerah hulit. Namun setelah banyak kasus warga yang mengeluh terjadinya
iritasi dan rasa terbakar pada kulit akibat pemakaian zat hidrokuinon dalam
krim pemutih ini, maka penggunaan hidrokuinon dibatasi. ”Pemakaian jangka
panjang bisa menyebabkan pigmen kulit yang terpapar zat ini menjadi mati.
Bahkan, setelah sel pigmen mati, kulit bisa berubah menjadi biru
kehitam-hitaman,” ujarnya menjelaskan.
Sementara mengenai adanya obat
antibiotik dan deksametason yang ikut disita, Zulaimah menyebutkan masih belum
tahu penggunaan obat ini. Obat-obatan tersebut, mestinya merupakan obat oral
atau yang dikonsumsi dengan cara minum. Selain itu, penggunaannya juga dibatasi
karena merupakan golongan obat keras. ”Karena itu, kami masih belum tahu untuk
apa obat-obatan itu. Kita masih melakukan pengujian, apakah obat-obatan
tersebut digunakan sebagai campuran krim tersebut atau tidak,” katanya.
Petugas
BPOM sebelumnya menyita ribuan kemasan krim pemutih kulit di salah satu rumah
di perumahan Permata Hijau yang merupakan komplek perumahan elite di Kota
Purwokerto. Di rumah yang diduga menjadi rumah tempat pembuatan krim kosmetik,
petugas dari BPOM juga menemukan berbagai bahan baku pembuatan krim.
Penggerebekan
rumah produksi krim kecantikan itu, dilakukan karena rumah produksi tersebut
belum memiliki izin produksi dari BPOM. Sementara penggunaan bahan baku
kosmetik harus mendapat pengawasan ketat, karena penggunaan bahan baku yang
tidak semestinya bisa membahayakan konsumen. Penggerebekan dilakukan, setelah
petugas BPOM mendapat banyak keluhan dari konsumen yang mengaku kulitnya terasa
terbakar dan mengalami iritasi setelah menggunakan krim yang dibeli dari salon
kecantikan. Setelah dilakukan pengusutan, ternyata krim tersebut diperoleh dari
rumah produksi di Purwokerto.
Zulaimah menyebutkan,
krim pemutih hasil produksi warga Purwokerto ini, dijual ke klinik klinik dan
salon kecantikan di seluruh wilayah Tanah Air. “Dari hasil catatan transaksi
yang kita peroleh, krim pemutih itu banyak dijual di Semarang, Banyumas, Bali,
Jabodetabek dan terbesar di Jabar hingga Bandung,” jelasnya. Ia menyebutkan,
pemilik rumah produksi yang berinisial S, sudah dalam pengawasan petugas BPOM.
”Mulai besok akan kami periksa. Bukan tidak mungkin nantinya akan ada
tersangkalain dalam kasus ini,” jelasnya. Ditambahkannya, pelanggaran dalam
bidang POM, sesuai UU No 35 tahun 2009 bisa dikenai sanksi pidana maksimal 15
tahun atau denda Rp 1,5 miliar.
Solusi:
Dalam
kasus kosmetik ilegal konsumen mempunyai hak hak dasar yaitu meliputi hak
mendapatkan informasi yang jelas, benar, jujur, dan hak mendapatkan jaminan
keamanan dan kesehatan. Konsumen juga mempunyai hak memilih, untuk didengar,
mendapatkan ganti rugi. Masalah tersebut sejak lama diperbincangkan di forum
nasional dan internasional. Para pembela konsumen dan pejabat pemerintah telah
berbicara banyak mengenai arti penting perlindungan konsumen. Tapi
kenyataannya, konsumen masih sering menjadi korban. Pemerintah gagal
menjalankan fungsinya sebagai pelindung konsumen dan pengatur kegiatan
produsen. Hal ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa pemerintah belum
mampu menjadi pengatur relasi yang adil antara konsumen dengan pelaku usaha.
dilihat dari prespektif hukum, seharusnya pemerintah mampu mewujudkan keadilan
melalui konstitusi dan peraturan-peraturan dibawahnya serta memastikan tegaknya
peraturan tersebut sehinggan konsep hukum perlindungan konsumen tidak hanya
berisi rumus-rumus tentang hak-hak dan kepentingan konsumen.
Namun,
konsumen juga harus mengenali kosmetik yang aman, bermutu dan bermanfaat,
masyarakat harus membaca semua keterangan pada label kosmetik. Label atau
penandaan kosmetik sekurang-kurangnya mencantumkan nama dan alamat produsen,
nama kosmetik, kegunaan kecuali untuk kosmetik yang sudah jelas kegunaanya.
Berkaitan
dengan masalah peredaran obat dan kosmetik ilegal, solusinya ialah satu
pengawasan dari BPOM, kedua masyarakat harus cepat tanggap bila menemukan obat
dan kosmetik palsu. Mereka harus melaporkan ke BPOM secepat mungkin agar
masalah ini cepat terselesaikan dan obat palsu tersebut tidak sampai beredar
luas. Ketiga dihimbau agar para produsen obat dan kosmetik, terutama obat dan
kosmetik palsu agar mementingkan kesehatan dan keselamatan konsumen. Jangan
hanya memikirkan bagaimana menarik keuntungan sebesar mungkin.
Referensi :
Etika Bisnis, "Membangun Kesuksesan Bisnis Melalui Manajemen dan Perilaku Bisnis yang Beretika," Drs. Danang Sunyoto, S.H., S.E., M.M dan Wika Harisa Putri, S.E., S.H., M.S.H, M.Sc., M.E.I.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar